Pohon yang Dianggap Angker
- Anak-anak Langit
- Jan 13, 2018
- 5 min read
Oleh: Dede Sulaeman

BESOK pagi Andri, Iwan, dan Farhan akan mengikuti kegiatan kemah pramuka di Rangga Wulung. Rangga Wulung adalah tempat perkemahan yang biasa digunakan oleh pramuka di sekolah-sekolah di daerah Jawa Barat. Tepatnya di kabupaten Subang. Tempatnya sejuk dan berbukit. Banyak sekali ditumbuhi pepohonan yang rindang.
Kali ini yang menjadi perwakilan peserta kemah tingkat SD itu adalah kelas lima. Kebetulan, tiga sekawan yang terkenal nakal tapi cerdas dan kreatif itu terpilih menjadi wakil dari sekolahnya dengan tujuh siswa lainnya.
Jadi, jumlahnya sepuluh siswa dalam satu kelompok. Siapa yang tak kenal Andri, Iwan, dan Farhan? Mereka terkenal dengan julukan “Trio Macan”, mirip trio penyanyi dangdut.
Tapi julukan itu malah membuat mereka bangga. Menurut mereka sebutan itu keren dan berwibawa. Masak, sih?
Saat mendengar pengumuman itu, uh, bukan kepalang girangnya. Mereka langsung berjingkrak-jingkrak karena dalam bayangannya, Rangga Wulung adalah tempat terbaik untuk berpetualang. Dan, kesempatan itu tak mungkin datang dua kali.
Hari pertama, mereka kecapekan karena kegiatan kepramukaan dari pagi sampai malam sangat padat. Dari mulai mendirikan tenda dan baris-berbaris mirip latihan tentara. Maklum hari pertama.
Dan, kabarnya, hari berikutnya malah akan semakin padat kegiatan. Wah, gawat kan. Akibatnya, ketika bel istirahat malam dibunyikan, mereka langsung melemparkan diri ke dalam tenda yang sudah dipasang tikar dan bantal. Sebentar saja mereka terlelap.
Berbeda dengan teman-temannya yang lain, Andri, Iwan, dan Farhan malah memilih berjaga di bawah pohon besar. Katanya mereka ingin merasakan sejuknya udara malam di bawah pohon.
Malam merangkak mendekati dini hari. Ketiganya hampir terlelap. Tiba-tiba Farhan terjatuh. Andri dan Iwan serentak terperanjat. Andri menggoyang-goyang tubuh Farhan. Ia seperti tak sadarkan diri. Cepat. Keduanya memapah Farhan sambil berteriak-teriak ke arah tenda.
”Hantu…ada hantu…!”
Mendengar teriakan kedua anak itu, anak-anak yang lainnya bermunculan keluar dari tenda. Kaget. Heran. Penasaran. Ada apa?
Seseorang langsung bertanya.
”Benar, ada hantu?”
”Ada. Ada hantu. Tapi bantu kami dulu menggotong Farhan. Dia pingsan.” Seru Andri.
Seseorang itu cepat berbalik arah ke teman-temannya yang baru berdatangan. Lalu dia meminta teman-temannya itu membantu Andri dan Iwan mengangkat Farhan ke tenda.
Anak tadi berniat akan melapor pada kakak pembina pramuka. Tetapi dia masih penasaran dengan apa yang dikatakan Andri.
Dia bertanya lagi, ”apa benar di sana ada hantu, Dri?”
Andri tidak menjawab. Anak itu mendekati Iwan yang masih menggotong Farhan. ”Di sana ada hantu ya, Wan?”
Iwan pun tidak menjawab. Dia tergesa bersama teman-temannya yang lain membawa Farhan ke tenda. Tidak ada tanggapan dari Andri dan Iwan, dia memutuskan untuk segera melapor pada kakak pembina.
”Di mana Farhan pingsan, Arlan? Ayo, antarkan kakak ke sana.”
Kak Burhan bergegas mengikuti Arlan menuju tenda di mana Farhan dibaringkan. Setelah sampai, Kak Burhan segera menyadarkan Farhan dari pingsannya.
”Tolong panggilkan kakak-kakak yang lain. Sekalian bawakan kotak obat dan air hangat.” Kak Burhan meminta pada anak-anak di sana.
Tanpa menunggu lama, Arlan berlari menuju tenda kakak-kakak pembina. Dia akan menyampaikan pesan Kak Burhan.
Wah, ternyata Arlan anak yang cekatan.
Beberapa orang kakak pembina datang dengan tim kesehatannya. Mereka tergesa-gesa menuju tenda tempat Kak Burhan berada.
Tidak lama, Farhan siuman. Dia membuka matanya perlahan. Tatapannya masih samar. Lalu melihat ke sekeliling. Ada Kak Burhan. Ada teman-temannya yang terlihat lega di wajahnya. Dia kemudian bertanya, ”ada apa ini?”
Tidak ada yang menjawab. Mereka seperti ingin memberikan ruang untuk bernapas pada Farhan yang baru sadar dari pingsan.
Sekarang giliran Kak Burhan yang bertanya.
”Andri, Iwan. Coba ceritakan bagaimana kejadian yang sebenarnya.”
Semua pandangan tertuju pada Andri dan Iwan. Begitupun pendengaran dipasang ke sana. Semua ingin mendengar tuturanan Andri dan Iwan tentang pingsannya Farhan.
Andri masih diam. Dia memberi isyarat dengan mengedipkan mata pada Iwan.
Rupanya, Andri ingin supaya Iwan yang menceritakannya. Semua pandangan tertuju pada Iwan. Iwan menjadi kikuk.
Iwan pun malah melakukan hal yang sama. Diam. Lalu mengedipkan mata dan mengangguk-anggukan kepala, memberi isyarat supaya Andri saja yang menceritakannya. Kini, semua pandangan tertuju pada Andri. Andri pun kikuk.
Andri diam. Semua menjadi tidak sabar. Mereka merasa dipermainkan oleh Andri dan Iwan. Ya, dipermainkan seperti bola pingpong. Akhirnya, Kak Burhan bicara lagi. Sekarang, suaranya menjadi lebih keras.
”Andri, Iwan. Kalian tidak dengar kakak, ya? Ayo, cepat, ceritakan!”
Keduanya diam. Mereka seperti merasa bersalah dan takut. Ya, sebab keduanya yang pertama kali mengajak Farhan pergi ke sebuah pohon besar.
”Apa benar ada hantu?” tiba-tiba suara Arlan melengking, memecah kesunyian.
”Jadi, begini kejadiannya…” Andri mulai membuka mulut. Dia menceritakan semua kejadian itu dari awal. Semuanya diceritakan secara rinci. Sesekali, Iwan menambahkan yang menurutnya apa yang diceritakan Andri belum lengkap.
Dan, akhirnya, keduanya menyimpulkan bahwa pohon besar yang angker itu ada hantunya. Dan, hantu itulah yang membuat Farhan pingsan.
Farhan menjadi bergidig. Dia berharap, apa yang dikatakan Andri dan Iwan adalah bohong. Sebab, dia takut kalau hantu itu akan datang lagi mengejarnya. Iih…
”O, jadi pohon besar di sana itu ada hantunya, ya?” Arlan berkomentar lagi.
”Hus, sembarangan kamu, Lan. Belum tentu ada hantunya, tau. Iya, kan, Kak?” Farhan tambah ketakutan. Dia menoleh ke arah Kak Burhan.
Kak Burhan tidak menjawab. Dia masih berusaha menyimpulkan kejadian yang sebenarnya. Pikirannya masih menerka-nerka.
Hari sudah mendekati sangat larut. Pukul satu. Akhirnya Kak Burhan meminta semuanya kembali ke tenda masing-masing.
Kak Burhan meminta supaya anak-anak tidak keluar tenda lagi. Semua harus tidur. Sebab, besok pagi-pagi sekali semua anak pramuka akan memulai kegiatan lagi.
Dan, menurut peraturan, semua yang melanggar, akan dikenai hukuman. Andri, Farhan dan Iwan besok pagi akan dihukum.
Mereka seharian penuh harus memberesihkan semua sampah yang ada di sekitar tenda dan lapangan. Mendengar pengumuman itu, ketiganya lemas. Mereka cepat-cepat masuk tenda. Tidur. Sebab, besok pagi akan mengerjakan operasi pemberesihan sampah.
Setelah memberi instruksi, kaka-kakak pembina pun kembali ke tendanya.
Teman-teman lainnya pun segera berlarian ke tenda. Mereka bergidig sambil menjerit-jerit, ”Hantu… hantu…”
Beberapa menit saja mereka semua sudah masuk tenda. Tidak ada yang tidur kembali kecuali Andri, Farhan, dan Iwan.
Mereka membicarakan hantu yang ada di dalam pohon besar. Tentu saja, hantu yang telah membuat Farhan pingsan.
Hantu apa namanya? Bagaimana wujudnya? Punya rambut atau botak? Laki-laki atau perempuan? Anak-anak atau orang dewasa?
Semua pertanyaan-pertanyaan itu diajukan oleh beberapa orang dan yang lain menjawab sekenanya. Tidak ada yang tahu, seperti apa hantu yang ada dalam pohon besar itu.
Semua tidak bisa tidur. Mereka terus membicarakan hantu. Hantu, hantu, dan hantu. Anak-anak kelas lima SD itu ketakutan. Setelah merasa capek dan tidak ada bahan lagi untuk dibicarakan, mereka menutup semua tubuh dengan selimut.
Ada pula yang memakai sarung. Mereka menumpuk di tengah masing-masing tenda. Semua berebut di posisi tengah. Keringat bercucuran. Mereka tidur berdesak-desakan. Tidur. Tetapi matanya tidak terpejam.
Hari yang begitu cerah. Anak-anak pramuka memulai melakukan kegiatan.
Semua tetap membicarakan hantu pohon besar. Di hari kedua itu, berita tentang hantu pohon besar sudah menyebar ke seluruh anak-anak yang melakukan kegiatan pramuka. Berita itu menyebar dari tenda ke tenda.
Otomatis. Semua kegiatan kepramukaan terhambat. Bahkan, sebagian kelompok berhenti dan akan bersiap-siap pulang ke sekolah masing-masing. Padahal, kegiatan itu masih harus berlangsung dua hari lagi.
Semua pembina di perkemahan itu bingung. Mereka berkumpul untuk membicarakan masalah itu. Setelah mengontak pembina di sekolah lain akhirnya ditemukan jawabannya. Jawaban apa?
Pak Sunardi adalah pembina senior dari salah satu sekolah kota. Beliau meminta semua peserta pramuka berkumpul di lapangan.
Berdasarkan cerita yang disampaikan oleh Andri, Farhan, dan Iwan, beliau akan menjelaskan sesuatu yang baru. Ya, semacam ilmu Biologi. Ilmu Biologi? Lalu, bagaimana dengan hantu?
”Anak-anak sekalian, pada pohon besar itu tidak ada hantu. Jadi, semua cerita tentang hantu itu tidak benar. Yang benar adalah Farhan pingsan karena terlalu banyak menghirup karbondioksida. Kekurangan oksigen…” Pak Sunardi berhenti sejenak. Menghela napas.
Hening. Tidak ada yang berbicara. Semua masih menunggu penjelasan Pak Sunardi.
”Dalam Ilmu Biologi, dijelaskan bahwa pada malam hari, tumbuhan melakukan proses respirasi atau pernapasan. Pada saat itu, tumbuhan hanya mengeluarkan karbondioksida. Jika dihirup oleh manusia terlalu banyak, kemungkinannya adalah seperti apa yang dialami oleh Farhan. Pingsan. Karena pohon besar itu lebih banyak mengeluarkan karbondioksida daripada pohon kecil…” untuk yang kedua kalinya Pak Sunardi berhenti berbicara.
Semua terlihat lega. Mereka saling berbicara satu sama lain. Sehingga suasana menjadi ribut. Pak Sunardi memberi isyarat kepada semuanya untuk diam. Sedikit demi sedikit menjadi sepi kembali. Dan, benar-benar sepi.
”Bapak ingin mengucapkan terima kasih kepada Ananda Andri, Farhan, dan Iwan. Karena kalian telah menjadi sebab kejadian yang luar biasa ini. Kejadian yang membuat teman-teman kalian yang banyak ini menjadi tahu ilmu baru..” pembicaraan terakhir Pak Sunardi disambut riuh rendah tepuk tangan yang bergemuruh.
Samar-samar, ”hidup Andri… hidup Farhan… hidup Iwan… hidup Pramuka…” suara Arlan melengking di tengah-tengah gemuruh tepuk tangan itu.[]
Comments